Pencarian
Polling
Bagaimanakah Website Masjid Agung Jami Malang ?
 
Jumlah Pengunjung
mod_vvisit_countermod_vvisit_countermod_vvisit_countermod_vvisit_countermod_vvisit_countermod_vvisit_countermod_vvisit_counter
mod_vvisit_counterHari Ini335
mod_vvisit_counterKemarin1653
mod_vvisit_counterMinggu Ini6931
mod_vvisit_counterMinggu Lalu4005
mod_vvisit_counterBulan Ini21122
mod_vvisit_counterBulan Lalu17764
mod_vvisit_counterJumlah3085272

We have: 7 guests, 2 bots online
IP: 44.192.51.19
28 Mar, 2024



PostHeaderIcon Terbaru

Imam Syafi'i, Menjauhi Maksiat Sekecil Apapun

Muhammad bin Idris bin Abbas bin Ustman bin Syafi' bin Saib bin Abu Yazid bin Hasyim bin Abdul Muthalib bin Abdul Manaf bin Qushai, yang digelar dengan Abu Abdillah  dan terkenal dengan nama Imam Syafi'i. Abdul Manaf bin Qushai adalah nenek ke-9 dari Imam Syafi'i dan nenek ke-4 dari Nabi Muhammad SAW. Ibunya adalah Fatimah binti Abdullah bin Hasan bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, sahabat, yang juga menantu Rasulullah dan Khalifah yang keempat.

Orang tua Imam Syafi'i yang Quraisy mula-mula penduduk Mekkah, kemudian pindah ke Ghaza di Palestina. Di daerah ini Imam Syafi'i dilahirkan pada tahun 150 H/767 M. Tidak beberapa lama ayahnya meninggal dan Imam Syafi'i diajak ibunya kembali ke Mekkah. Sesudah belajar dan mampu membaca Alqur'an di desanya, dia pindah ke desa Huzail, yang dihuni suku Arab yang paling baik dalam bahasa Arab dan sastranya untuk belajar dan praktek bahasa.

Setelah dirasa cukup, dia pindah ke Mekkah belajar ilmu keislaman yang lebih luas. Meski sebagai anak yatim, dan dari keluarga miskin, Imam Syafi'i memiliki cita-cita yang tinggi dan kemauan yang keras. Dari guru-gurunya tersebut, dia mampu menghafal Alqur'an 30 juz pada umur sekitar 7 atau 8 tahun, dan hafal kitab Al Muwatha  karangan Imam Malik dalam usia 10 tahun, disamping ilmu-ilmu lainnya, seperti Fiqih, Ushul Fiqih, Hadits, dan lain-lainnya.

Keistimewaan Imam Syafi'i remaja ini, disamping ilmu-ilmu itu ada dalam dadanya, dia rajin menulis. Tapi karena tidak dapat membeli kertas, maka dia menulis di tulang-tulang onta, kulit kambing, dan sebagainya. Lama-kelamaan, tulisan-tulisan itu makin banyak, hingga kamarnya penuh dengan tulang-tulang dan kulit kambing, serta benda-benda lainnya yang penuh tulisan, hingga menyulitkan untuk tempat istirahat. Dia berkesimpulan untuk membakar semua tulisan itu. Namun sebelumnya dihafal seluruh tulisan tersebut.

Sekitar umur 20 tahun, Imam Syafi'i pindah ke Madinah, dan belajar pada Abdullah bin Nafi', Muhammad bin Said, Ibrahim bin Abi Yahya Al Asaami, Abdul Azis bin Muhammad An Darudi, Ibrahim bin Sa'ad Al Ansari dan Imam Malik bin Anas. Selama dua tahun di Madinah, disamping belajar juga menjadi asisten Imam Malik.

Kemudian melanjutkan perjalanan ke Irak untuk belajar dan berdiskusi dengan ulama-ulama di sana. Dengan bekal pemberian gurunya Imam Malik bin Anas sebanyak 50 dinar dia sampai di Kufah, kemudian ke Baghdad. Selama di Irak belajar dengan Waki' bin Jarrah, Hammad bin Usamah, Ismail bin Ulyah, Abdul Wahab bin Abdul Majid, Muhammad bin Hasan dan Imam Abu Yusuf. Sekitar dua tahun berada di Irak mempelajari Fiqih Hanafi dan merasakan kehidupan mereka. Selanjutnya, kembali ke Madinah dan bergabung kembali dalam pengajian Imam Malik, dan dijalani selama 5 tahun sampai meninggalnya Imam Malik.

Setelah itu, pergi ke Yaman dan diangkat sebagai kepala pemerintahan di Najran. Tidak lama memangku jabatan, karena merasa tidak berbakat, dia berhenti dan kembali ke Mekkah. Selama 17 tahun berada di Mekkah menabur ilmu menyemai bibit ulama baru, dan pindah kembali ke Irak, dan di sinilah Imam Syafi'i membentuk mazhab sendiri.

Pada tahun 198 H pindah ke Mesir dan banyak berdiskusi dengan ulama-ulama yang sebagian juga bekas murid-muridnya, serta memperbaharui pandangan-pandangan hukumnya, hingga mantaplah Imam Syafi'i dengan mazhabnya yang baru. Imam Syafi'i meninggal pada akhir bulan Rajab tahun 204 H, setelah sekitar 6 tahun berada di Mesir. Diantara karya tulisnya, Al Umm al Risalah, Al Wasaya al Kabirah, Jamial Mizan al Kabir, Jami' al Saghir, dan beberapa tulisan lainnya.

Imam Syafi'i memiliki sifat-sifat yang terpuji dan akhlak mulia, teguh dengan kebenaran. Menurutnya, ilmu itu tidak lain adalah nur dari Allah, sedang nur tidak akan bertahan dalam diri manusia kecuali dalam diri yang bersih dan jauh dari maksiat. Karenanya, dia selalu menghindari kemaksiatan walau sekecil apapun. Hal itu merupakan wasiat dari gurunya, Imam Malik bin Anas dan Waki' bin Jarrah.

 
Selamat Datang di Website Resmi Masjid Agung Jami Malang - Indonesia , Kirimkan Kritik, Saran dan Informasi ke admin@masjidjami.com