Terbaru
Warning: Creating default object from empty value in /var/www/vhosts/masjidjami.com/httpdocs/modules/mod_latestnews/helper.php on line 109
Warning: Creating default object from empty value in /var/www/vhosts/masjidjami.com/httpdocs/modules/mod_latestnews/helper.php on line 109
Warning: Creating default object from empty value in /var/www/vhosts/masjidjami.com/httpdocs/modules/mod_latestnews/helper.php on line 109
Warning: Creating default object from empty value in /var/www/vhosts/masjidjami.com/httpdocs/modules/mod_latestnews/helper.php on line 109
Warning: Creating default object from empty value in /var/www/vhosts/masjidjami.com/httpdocs/modules/mod_latestnews/helper.php on line 109
Membangun Bangsa dari Keluarga
Oleh: KH. Sumantri Zakaria, MA.
Dikisahkan dalam Kitab Durratun Nashihin, konon sebab dari penyembelihan Nabi Ibrahim atas Nabi Ismail AS, putranya adalah bahwa Nabi Ibrahim pernah berkorban 1000 kambing, 300 lembu dan 100 unta di jalan Allah. Hingga manusia dan para malaikat kagum melihat itu. Bahkan, Nabi Ibrahim AS berkata: "Semua yang telah aku korbankan, bukanlah apa-apa bagiku.
Demi Allah, sekiranya aku mempunyai anak, niscaya aku sembelih di jalan Allah, dan aku korbankan kepada Allah SWT."
Setelah Nabi Ibrahim mengucapkan kata-kata seperti itu, lewat sekian lama, beliau tidak ingat lagi kalimat yang pernah diucapkan. Tatkala, beliau datang ke negeri Baitul Maqdis, Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah SWT, agar dikarunia anak. Kemudian Allah memperkenankan doanya, dan Hajar, istrinya melahirkan anak laki-laki yang diberi nama Ismail. Ketika Ismail berumur tujuh tahun (ada yang mengatakan berusia 13 tahun), pada malam Tarwiyah (berfikir) Nabi Ibrahim bermimpi ada suara yang mengatakan, ''Hai Ibrahim, tunaikanlah nadzarmu!".
Pagi harinya, beliau memikirkan mimpinya. Bahkan, sempat bertanya-tanya dalam hati, apakah mimpi itu dari Allah atau dari syetan yang menggodanya. Perintah dalam mimpi itu sampai berulang hingga tiga kali. Sewaktu bermimpi pertama, beliau menyembelih 100 ekor kambing yang tergemuk. Namun, pada hari Arofah (mengerti) mimpi itu datang lagi, maka sadarlah jika mimpi itu datangnya dari Allah. Lalu, beliau memilih 100 ekor unta dan disembelihnya. Tapi, tatkala mimpi yang ketiga kalinya, muncul suara yang berkata: "Sesungguhnya Allah SWT menyuruh kamu menyembelih anakmu, Ismail." Maka terjagalah Ibrahim, dan langsung mendekap anak laki-laki kesayangannya seraya menangis hingga pagi hari.
Dengan keyakinan bahwa perintah itu datang dari Allah SWT, Nabi Ibrahim membawa Ismail untuk disembelih. Sebelumnya, meminta kepada Hajar, ibu Ismail agar diberi pakaian yang terindah karena hendak pergi ke suatu jamuan. Ismail pun diberi pakaian ibunya, diminyaki dan disisir rambut kepalanya. Sementara Ibrahim membawa tali dan pisau dan pergi bersama anaknya ke tepi Kota Mina.
Dalam perjalanan, syetan tak henti-hentinya menggoda dan menghalang-halangi Ibrahim dan Ismail, agar perintah menyembelih itu tidak dilaksanakan. Tapi, upaya itu gagal. Malah syetan-syetan itu dilempar batu dengan Ismail. Namun, syetan tidak putus asa, dia juga mempengaruhi Hajar agar berupaya menggagalkan perintah Allah yang disampaikan hanya melalui mimpi. "Seorang Nabi, takkan diperintah melakukan kebatilan. Untuk melakukan perintah Allah, aku bersedia mengorbankan nyawaku, apalagi anakku,'' kata Hajar.
Sesampai di Mina, Nabi Ibrahim berkata kepada Ismail, anaknya: "Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi, aku menyembelihmu. Maka, fikirkanlah, apa pendapatmu? Ismail menjawab: "Wahai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insyaallah engkau akan mendapati aku termasuk orang-orang yang sabar, atas penyembelihan yang diperintahkan kepadamu.''
Sebelum penyembelihan dilakukan, Ismail sempat berdialog dengan ayahnya: "Wahai bapak, ada beberapa hal yang aku sarankan kepadamu; Ikatlah tanganku, supaya aku tidak menggelepar sehingga menyakitkan hatimu. Hadapkanlah wajahku ke tanah, supaya engkau tidak melihat kepada wajahku, lalu engkau kasihan kepadaku. Singsingkanlah bajumu dariku, supaya tidak berlepotan darah sedikitpun lalu mengurangi pahalaku, dan dilihat ibuku, lalu dia bersedih hati. Tajamkanlah pisaumu, dan cepatlah melewatkan pada leherku, supaya terasa lebih ringan, karena maut memang pedih sekali. Bawalah bajuku kepada ibuku, sebagai kenang-kenangan dariku untuknya, dan sampaikan salamku kepadanya.''
"Wahai bapakku, bersabarlah menerima perintah Allah. Jangan engkau beritahu dia bagaimana cara engkau menyembelih aku, dan bagaimana engkau mengikat tanganku, dan jangan biarkan ana-anak kecil menemui ibuku, supaya kesedihannya tidak menjadi-jadi atas diriku. Apabila engkau melihat seorang anak yang mirip aku, maka janganlah engkau memperhatikannya, sehingg engkau tidak gelisah dan sedih."
Tatkala keduanya telah berserah diri, maka dibaringkanlah Ismail, layaknya kambing yang hendak disembelih. Namun, ketika pisau telah gorokkan dengan keras dan kuat pada leher anaknya, ternyata tidak mempan. Bahkan sewaktu Ibrahim mencoba menghantamkan pisau ke batu, sekali tebas batu terbelah menjadi dua. Tapi, sewaktu disembelihkan ke leher Ismail tetap tidak mempan. Hingga akhirnya Allah SWT memerintahkan malaikat Jibril untuk menggantinya dengan domba bertubuh besar, yang pernah dikorbankan Habil, putra Nabi Adam AS.
Ada pelajaran yang perlu dihayati umat Islam dari peristiwa tersebut. Bahwa, perintah dan ketentuan yang telah digariskan Allah SWT harus dilaksanakan tanpa reserve, serta disambut dengan tekad bulat sami’na wa atha’na. Nabi Ibrahim, Siti Hajar, istrinya, dan Ismail, sang putra menjadi lambang dari suatu rumah tangga yang ideal, yang digerakkan suatu cita-cita suci. Sehingga tetap menunjukkan keharmonisan, kerukunan dan kebulatan tekad dalam menghadapi setiap cobaan dan perjuangan, meski bagaimana beratnya.
Selain itu, tokoh Ibrahim AS sebagai seorang ayah, meski amat mencintai anak dan istrinya. Tapi, cintanya kepada Allah di atas segala-galanya, hingga dia rela mengorbankan apa saja, bahkan mengorbankan orang yang disayanginya. Figur Siti Hajar, sebagai seorang istri dan ibu yang taat kepada suami, serta cinta dan kasih sayang kepada anaknya, juga berperan penting dalam membentuk watak anak. Rasulullah bersabda; “Wanita adalah tiang negara, apabila dia baik, maka baiklah negara itu. Apabila dia rusak, maka rusaklah negara itu.”
Sedangkan Ismail adalah figur pemuda, yan mewujudkan pengabdian dan taqwanya kepada Allah, serta baktinya kepada orang tua. Bahkan rela mengorbankan nyawa. Seorang pujangga Syauqi bek mengatakan, “Sungguh, di tangan pemudalah terletak kejayaan umat, dan dalam derap langkah merekalah hidup matinya bangsa itu.”